Pengembangan Nilai-Nilai Luhur Budi Pekerti sebagai Karakter Bangsa
Pada tatanan mikro, karakter diartikan sebagai (i) kualitas dan kuantitas reaksi terhadap diri sendiri, orang lain, maupun situasi tertentu; atau (ii) watak, akhlak, ciri psikologis. Ciri-ciri psikologis yang dimiliki individu pada lingkup pribadi, secara evolutif akan berkembang menjadi ciri kelompok dan lebih luas lagi menjadi ciri sosial. Ciri psikologis individu akan memberi warna dan corak identitas kelompok dan pada tatanan makro akan menjadi ciri psikologis atau karakter suatu bangsa. Pembentukan karakter suatu bangsa berproses secara dinamis sebagai suatu fenomena sosio-ekologis.
Sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar prilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia (when character is lost then everyting is lost). Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerjasama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happinnes), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicty), toleransi (tolerance) dan persatuan (unity).
Kita mengenal dasar filisofis karakter atas dasar Tri Rahayu (Ki Tyasno Sudarto, Ketua Umum Majelis Hukum Taman Siswa, 2007) yaitu :
1) Mamayu hayuning saliro (bagaimana hidup untuk meningkatkan kualitas diri);
2) Mamayu hayuning bangsa (bagaimana berjuang untuk negara dan bangsa);
3) Mamayu hayuning bawana (bagaimana membangun kesejahteraan dunia).
Untuk mencapai tatanan Tri Rahayu tersebut, manusia harus memahami, menghayati, serta melaksanakan tugasnya sebagai manusia yang tercantum dalam Tri Satya Brata:
1) Rahayuning bawono kapurbo waskitaning manungsa (kesejahteraan dunia tergantung pada manusia yang memiliki ketajaman rasa)
2) Dharmaning manungsa mahanani rahayuning negara (tugas utama dalam menjaga keselamatan negara)
3) 3Rahayuning manungsa dumadi karana kamanungsane (keselamatan manusia ditentukan tata perilakunya)
Nilai-nilai luhur (supreme values) adalah pedoman hidup (guiding principles) yang digunakan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi, hidup yang lebih bermanfaat, kedamaian dan kebahagiaan. Kemanusiaan yang dimaksud adalah humanitarianisma (perikemanusiaan) yang meliputi solidaritas sesama manusia, menghormati hakekat dan martabat manusia, kesetaraan dan tolong menolong antar manusia, menghormati perbedaan dalam berbagai dimensi antar manusia, menciptakan kedamaian. Budi pekerti sebagai nilai luhur adalah pilihan perilaku yang dibangun berdasarkan atas nilai-nilai yang diyakini sehingga sering diposisikan sebagai nilai instrumental atau cara mencapai sesuatu atau sikap terhadap sesuatu. Dengan budi pekerti, kita akan berbakti, mengabdi dengan sepenuh jiwa raga kepada bangsa dan kita bukan bangsa pencaci ataupun penghujat.
Bangsa Indonesia yang bersifat multi etnis memiliki khasanah ajaran, wewarah, tuntunan yang sangat kaya mengenai budi pekerti. Bagi masyarakat Jawa, wewarah budi pekerti banyak diwarnai dari para pujangga seperti Ki Ageng Soerjomentaram dengan ajaran bahwa dalam menjalani hidup sebaiknya menghindari perilaku : ngangsa-angsa; ngaya-aya; golek benere dhewe. Raden Mas Sosrokartono (saudaranya Raden Ajeng Kartini) adalah sarjana sastra pertama dari Negeri Belanda mengajarkan sikap batin utama untuk menghadapi berbagai situasi konflik. Ajaran beliau adalah : sugih tanpo bandha; digdaya tanpo aji; nglurug tanpo bala; menang tanpo ngasorake.
Masyarakat Melayu mengenal “tunjuk ajar” secara turun temurun yang merupakan petunjuk mengenai mearifan budi dalam menyikapi segala bentuk masalah hidup. Beberapa ajaran dalam membangun budi pekerti pada umumnya disajikan dalam pantun yang indah, antara lain adalah :
hidup dalam pekerti
mati dalam budi
bila duduk, duduk bersifat
bila tegak, tegak beradat
bila bercakap, cakap berkhasiat
bila diam, diam makrifat
Maknanya adalah hidup harus selalu menunjukkan perilaku mulia atau terpuji dan tahu membawa diri.
ke hulu sama bergalah
ke hilir sama berhanyut
terendam sama basah
terapung sama timbul
Ajaran ini memberikan tuntunan untuk menjunjung nilai kebersamaan, kegotongroyongan, senasib sepenanggungan
Demikianlah terurai kata untuk mengingat kembali tekad kita untuk senantiasa… Bangunlah jiwanya, Bangunkah badannya, untuk Indonesia Raya. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa menuntun bangsa Indonesia untuk “anggayuh kasampurnaning urip, berbudi bawa leksana, ngudi sajatining becik”.
0 komentar:
Posting Komentar