Moralitas dan Etika Politik
Jika landasan etika itu ditendang dari pertimbangan moralitas politik, maka sistem kenegaraan mana pun, kendati diklaim sebagai “sistem republik”, sama sekali ia bukan republik. Menurut Rousseau, sistem negara ini tak lain adalah sistem dictatorship. Sebab, sistem negara semacam ini belum memiliki basis yang kuat untuk mempertahankan diri, yakni dengan konstitusi yang merupakan dasar etika kenegaraan.
Ada perbedaan antara etika dan moral atau moralitas. Setiap orang, tanpa memandang tingkat peradabannya, mempunyai moralitasnya sendiri, yakni seperangkat preskripsi atau pedoman yang membimbingnya ke arah tindakan moral tertentu. Alam menyediakan bagi manusia -- siapa pun ia -- kesempatan untuk mengukuhi kode yang ditimba dari konsep dan asas moral yang dapat diterapkan ke dalam praktik hidup sehari-hari, tanpa harus menunggu apa kata dunia pengetahuan.
Etika merupakan olahan secara ilmiah atau filosofis atas moralitas. Obyek material etika adalah kehendak sadar: kebebasan tindakan manusia. Ini merupakan daya-daya pada diri manusia yang memungkinkannya mempreskripsikan kaidah-kaidah. Jadi, tindakan, menurut sorotan etika, adalah sesuatu yang dilakukan secara bertanggungjawab dan bukan sesuatu yang bersumber pada ketidaktahuan, apalagi keterpaksaan dari pelakunya.
Cakupan etika meliputi referensi tindakan bebas manusia, asas dan dasar untuk memahami munculnya tindakan (misal: hukum, suara hati, kebaikan), keterkaitan antara akibat tindakan dan konteks tindakan (misal: hukuman). Obyek formal etika --hal yang menjadikan etika sebagai terang atas kehendak bebas manusia-- adalah ukuran tentang kebaikan moral atau keberaturan yang dilibatkan ke dalam tindakan manusia. Jadi, etika bersinggungan dengan tatanan yang berlaku bagi manusia sebagai manusia atau secara manusiawi, sehingga memungkinkannya menjadi manusia yang baik: manusia dengan kemanusiaannya.
Moralitas di balik tindakan politik berkaitan dengan tindakan moral politisi, tetapi, tak sebagaimana etika, moral politik sudah memiliki dasar-dasarnya secara adikodrati (supernatural) apalagi jika dikaitkan dengan ikhtiar pencarian yang tak berkesudahan atas kebenaran. Etika dapat dibedakan dari ilmu-ilmu pengetahuan lain yang berurusan dengan moral conduct manusia --sebagai jurisprudence dan pedagogy-- dalam hal bahwa etika menjadi acuan dan mensubordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan lain.
Dalam dunia politik peranan etika politik sangat penting. Terkait dengannya, moralitas politik berguna untuk menyelidiki apa yang mengkonstitusi baik-buruk, keutamaan, keabsahan hukum, kebenaran suara hati, kewajiban moral politik dan sebagainya. Apa yang disebut sebagai dasar pertimbangan bukanlah berada pada cakupan jurisprudence atau pedagogy dari moral politik saja, tetapi seharusnya berdasarkan pada etika.
Tatkala kondisi moralitas politik memungkinkan apa yang dianggap benar untuk kasus pada waktu tertentu tetapi menjadi salah pada kasus lain di waktu lain, maka sistem kenegaraan ini sedang mengabaikan kemungkinan bahwa seorang diktator akan muncul kembali untuk menyalahgunakan kekuasaannya, atau mempertahankan kekuasaan berdasarkan moralitas personalnya (dalam arti beyond his term of office). Sebaliknya, semakin banyak kekuasaan yang membebaninya, sementara kekuasaan itu menjadi baju untuk lebih berkuasa, maka ia akan menyalahgunakan sekaligus tetap mempertahankan kekuasaan itu.***
0 komentar:
Posting Komentar